PENDIDIKAN AGAMA
STIMIK ESQ BUSINESS SCHOOL
TESLA
Etos kErja iSLAmi
Dosen :
DRS.H.Ahmad Zubaidi ,MA
Tempat dan waktu : Jumat,21 juni 1994 Ruang auditorium Prof.Ir.Surna
Thajajadiningrat
Sponsored by :
Daftar isi
A. Pendahuluan
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an
dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin
mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga
mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan
kerja.
Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah
untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk
akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam ungkapan lain dikatakan juga,
“Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul
kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada
mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.” Nyatanya
kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan
ungkapan-ungkapan tadi.
Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk
menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi
senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui
rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin
B. Hakekat Etos Kerja dalam Islam
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang
berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas
sesuatu.Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh
kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh,
budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula
kata etika yanghamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai
yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut
terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara
optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang
sesempurna mungkin.
Dalam al-Qur’an dikenal kata itqon yang
berarti proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna. (An-Naml :
88). Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus,
dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama
para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud
ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada
nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan
adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah)
kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22)
Pengertian Kerja dalam pengertian luas
adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun
non-materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah
keduniawian atau keakhiratan. Kamus besarbahasa Indonesia susunan WJS Poerdarminta
mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah
sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah.
KH. Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi seorang muslim
adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh asset dan
zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba
Allah yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari
masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa dengan
bekerja manusia memanusiakan dirinya.
Lebih lanjut dikatakan bekerja adalah
aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
(jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuannya
tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan
prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah
SWT.Di dalam kaitan ini, al-Qur’an banyak membicarakan tentang aqidah dan
keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat
tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang
dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an
juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di
dalam al-Qur’an banyak kita temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602
kata, bentuknya :
1. Kita temukan 22
kata ‘amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-Baqarah:
62, an- Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40.
2. Kata ‘amal (perbuatan)
kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya surat Hud: 46, dan al-Fathir: 10.
3. Kata wa’amiluu (mereka
telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73 kali, diantaranya surat al-Ahqaf: 19
dan an-Nur: 55.
4. Kata Ta’malun dan Ya’malun seperti
dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92.
5. Kita temukan sebanyak
330 kali kata a’maaluhum, a’maalun, a’maluka,
‘amaluhu, ‘amalikum, ‘amalahum, ‘aamul dan amullah.
Diantaranya dalam surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar: 65, Fathir: 8,
dan at-Tur: 21.
6. Terdapat 27 kata ya’mal,
‘amiluun, ‘amilahu, ta’mal, a’malu seperti dalam surat al-Zalzalah: 7,
Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.
7. Disamping itu, banyak
sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan istilah seperti shana’a,
yasna’un, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah, istabiqul khoirot, misalnya
ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang dan sebagainya.
Di samping itu, al-Qur’an juga
menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan bagian dari iman, pembukti bahwa adanya
iman seseorang serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman:
“…barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh…” (Al-Kahfi: 110)
Ada juga ayat al-Qur’an yang menunjukkan pengertian kerja secara sempit
misalnya firman Allah SWT kepada Nabi Daud As.
“ Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna
memelihara kamu dalam peperanganmu…” (al-Anbiya: 80)
Dalam surah al-Jumu’ah ayat 10 Allah SWT menyatakan :
“ Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.” (al-Jumu’ah: 10)
Pengertian kerja dalam keterangan di
atas, dalam Islam amatlah luas, mencakup seluruh pengerahan potensi manusia.
Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan
manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat
tinggal, dan peningkatan taraf hidup.
Inilah pengertian kerja yang bisa
dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan dewasa ini, sedangkan bekerja dalam
lingkup pengertian ini adalah orang yang bekerja dengan menerima upah baik
bekerja harian, maupun bulanan dan sebagainya.Pembatasan seperti ini didasarkan
pada realitas yang ada di negara-negara komunis maupun kapitalis yang
mengklasifikasikan masyarakat menjadi kelompok buruh dan majikan, kondisi
semacam ini pada akhirnya melahirkan kelas buruh yang seringkali memunculkan
konflik antara kelompok buruh atau pun pergerakan yang menuntut adanya
perbaikan situasi kerja, pekerja termasuk hak mereka.
Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama sekali tidak dalam
Islam, konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian namun demikian
jika menghendaki penyempitan pengertian (dengan tidak memasukkan kategori
pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan aktivitas spiritual) maka
pengertian kerja dapat ditarik pada garis tengah, sehingga mencakup seluruh
jenis pekerjaan yang memperoleh keuntungan (upah), dalam pengertian ini
tercakup pula para pegawai yang memperoleh gaji tetap dari pemerintah,
perusahaan swasta, dan lembaga lainnya.
Pada hakikatnya, pengertian kerja
semacam ini telah muncul secara jelas, praktek mu’amalah umat Islam sejak
berabad-abad, dalam pengertian ini memperhatikan empat macam pekerja :
1) al-Hirafiyyin; mereka yang
mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang kayu, dan para pemilik
restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka yang
bekerja dalam jasa angkutan dan kuli.
2) al-Muwadzofin: mereka yang secara
legal mendapatkan gaji tetap seperti para pegawai dari suatu perusahaan dan
pegawai negeri.
3) al-Kasbah: para pekerja yang
menutupi kebutuhan makanan sehari-hari dengan cara jual beli seperti pedagang
keliling.
4) al-Muzarri’un: para petani.
5) Pengertian tersebut
tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya hadis rasulullah SAW dari
Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW bersabda,berikanlah upah pekerja sebelum
kering keringat-keringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani).
Pendapat atau kaidah hukum yang
menyatakan : “Besar gaji disesuaikan dengan hasil kerja.” Pendapat atau kaidah
tersebut menuntun kita dalam mengupah orang lain disesuaikan dengan porsi kerja
yang dilakukan seseorang, sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak.
C. Etika Kerja dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah mencintai salah seorang diantara kamu yang melakukan pekerjaan
dengan itqon (tekun, rapi dan teliti).” (HR. al-Baihaki)
Dalam memilih seseorang ketika akan diserahkan tugas, rasulullah
melakukannya dengan selektif. Diantaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan
(iman) dan kedalaman ilmunya. Beliau senantiasa mengajak mereka agar itqon dalam
bekerja.
Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an
menyatakan kata-kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja
dengan muatan ketaqwaan.
Penggunaan istilah perniagaan,
pertanian, hutang untuk mengungkapkan secara ukhrawi menunjukkan bagaimana
kerja sebagai amal saleh diangkatkan oleh Islam pada kedudukan
terhormat.Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan
usaha sedalam-dalamnya. Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai
suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya. Dalam sebuah hadits
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa “sesungguhnya
(nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Tinggi rendahnya nilai kerja itu
diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya niat. Niat juga merupakan
dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan
sesuatu.Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat pelakunya yang tergambar
pada firman Allah SWT agar kita tidak membatalkan sedekah (amal kebajikan) dan
menyebut-nyebutnya sehingga mengakibatkan penerima merasa tersakiti hatinya.
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia
tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (al-Baqarah : 264)
Keterkaitan ayat-ayat di atas memberikan
pengertian bahwa taqwa merupakan dasar utama kerja, apapun bentuk dan jenis
pekerjaan, maka taqwa merupakan petunjuknya. Memisahkan antara taqwa dengan
iman berarti mengucilkan Islam dan aspek kehidupan dan membiarkan kerja
berjalan pada wilayah kemashlahatannya sendiri. Bukan kaitannya dalam
pembangunan individu, kepatuhan kepada Allah SWT serta pengembangan umat
manusia.
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus
selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya
iman dan barometer bagi pahala dan siksa. Hendaknya setiap pekerjaan disampung
mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan, namun harus mempunyai tujuan
utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT. Prinsip inilah yang harus dipegang
teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental
sepanjang zaman.
Jika bekerja menuntut adanya sikap baik
budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu,
merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai
komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti
bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping
itu mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja
menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut :
1. keterkaitan individu
terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun
dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat.
Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan
bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan
mempunyai hubungan baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadis rasulullah bersabda,
“sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara
tulus.” (HR Hambali)
2. Berusaha dengan cara
yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang
kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
kepada-Nya kamu menyembah.” (al-Baqarah: 172)
1. Dilarang memaksakan
seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus
dipekerjakan secara professional dan wajar.
2. Islam tidak
membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman
keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah.
3. Professionalisme yaitu
kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian.
Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta
bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa
professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga
menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen
serta kerusakan alat-alat produksi
D. Kesimpulan
Ethos kerja seorang muslim ialah
semangat menapaki jalan lurus, mengharapkan ridha Allah SWT.Etika kerja dalam
Islam yang perlu diperhatikan adalah (1) Adanya keterkaitan individu terhadap
Allah sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh
dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan
baik dengan relasinya. (2) Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis
pekerjaan. (3) tidak memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang
dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar. (4)
tidak melakukan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan
minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah. (5)
Professionalisme dalam setiap pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1990, Al-Qur’an dan Terjemahan, Depag RI.
Anonim, 1997, Konsep dan etika kerja dalam Islam, Almadani.
Anonim, 1990, Mengangkat Kualitas Hidup Umat, Jakarta : Dirjen
BIMAS Islam.
KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja, Jakarta : Gema
Insani.
Quraish Shihab, 1998, Wawasan al-Qur’an, Jakarta : Mizan.
Asnan Syafi’I Wagino, Menabur Mutiara Hikmah, Jakarta : Mizan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar